Wajah Senja di Panti Jompo

Bookmark and Share
Bagi sahabat yang berkenan membaca, semoga menjadi Ibrah untuk lebih kuat ghirah Birrul Walidain, Aamiin

Sepenggal pengalaman di Panti Jompo. Melihat sosok penghuninya dan mengenal sekilas pribadinya di lingkungan.. PANTI JOMPO. Salah satu Ibu usia lanjut, Lebih akrab dipanggil Nek Cici oleh tetangga pantiny, perempuan senja usia 58 tahun , keturunan Chines yang tetap terlihat riang di antara lanjut usia yang lain. Ibu ini tak memiliki anak dari pernikahanya, hingga suami nya meninggal 14 tahun yang lalu . Namun ia memiliki seorang keponakan yang telah dianggapnya seperti anak sendiri.

Di masa kejayaanya, rupanya ibu ini adalah seorang pengusaha dengan rezeki yang lumayan ia peroleh. Namun kini menginjak senja, ia serahkan ladang usahanya pada sang keponakan.

Ibu ini cukup membuka diri dengan lingkungan, tak kalah dengan saya.. riang ny, supel ny, bahkan lebih terkesan seperti nenek yang cerewet , namun ternyata ibu ini pun share ke saya, ia merasa hatinya sepi tanpa anak, hanya dengan bercerita dan menjadi seorang yang riang.. kesendirian dalam hatinya sirna sementara. (Allah... banyak engkau buka celah bagiku belajar di tempat itu)
---------------------------
Andai seorang ibu yang tak memiliki anak, merasa bisa menerima alasan kenapa akhirnya ia menjalani kesenjaan usia nya di tempat itu.. Lantas bagaimana dengan ibu lain di sana yang telah mereka besarkan anak-anak mereka dari rahim mulianya ?
Apakah begitu beratanya merawat seorang ibu saja di masa senjanya sementara bila di renungkan... seorang ibu tak kan pernah merasa sia-sia mencurahkan kasihnya kepada putra-putri

Tak jauh dari kamar Nek Cici, seorang ibu senja pun saya jumpai, tanganya asyik memainkan wayang - wayangan dari kertas di sebuah kursi depan kamarnya. Sesaat mata saya menyapa , terasa hampa hati memandang.... entah miris, kasihan, trenyuh, sebuah rasa yang tak tergambar jelas. Ibu itu, seorang janda, ibu dari 2 orang putra dan seorang putri, "Subhanallah.. ", sapaan saya. Ibu itu melihat, "Iya , nak". Memandangkan mata saya pada sebuah wayang. Wayang pemberian anak tertuanya, karena sang ibu memang suka cerita pewayangan.

Sekilas melihat isi kamarnya dari pintu yang di biarkan terbuka. Beberapa foto orang dewasa dan foto-foto anak kecil tertempel lusuh di dinding, tanpa figura sabagai bingkai. Mungkin mereka keluarga beliau. Sebuah meja kecil dengan Al-Qur'an besar dan seuntai tasbih tergeletak. Tempat tidur kayu berukir dengan bantal dan selimut yang terlipat lumayan rapi. Lebih luas memandang , ada beberapa tempat tidur di dalam, karena satu kamar biasanya di huni 4-6 orang ibu lansia.

Ketika saya bertanya "Ibu , keluarganya belum menjenguk?", jawabnya singkat dengan menunduk, tetap asyik dengan wayang di tanganya, " belum , nak", saya pun lantas terdiam. Membayangkan raut wajah nenek juga ibu kandung sendiri, sambil melanjutkan perbincangan sekenanya. Masih ada rasa syukur di hati, karena ibu ini masih di kunjungi anaknya, meski tak tentu berapa lama sekali mereka datang. Anak ibu ini telah bekerja mapan dan masing-masing tinggal terpisah di lain tempat. Namun, setiap Idul Fitri, pasti ibu ini di bawa pulang oleh seorang anaknya bergantian. Lantas saya tanya, "Kenapa tidak tinggal menetap saja ibu di rumah anaknya ? ". Jawaban ibu ini membuat saya makin trenyuh " Ndak boleh nak, menantu saya ndak mau.."
Masya allah ... kini hanya tersimpan kerinduan saja di hatinya pada cucu-cucu dan cicit yang baru dilahirkan dari rahim cucu tertuanya. Allah kuatkanlah.
-----------------

SEANDAINYA KUTULIS SEPERKECIL ISI HATI IBU-IBU INI, mungkin demikian untaianya :

Anakku, maafkanlah ibu...jika kesenjaanku menjadi beban bagimu .

Anakku, maafkanlah ibu... jika kepikunanku membuatmu sering kesal.

Anakku, maafkanlah ibu ... jika ibumu ini seperti tak menghiraukan suaramu saat engkau sedang bicara padaku , bukan ibu tak mendengar atau acuh padamu, tapi seiring senja penengaran ibu telah berkurang.

Mungkin ibu engkau pandang seperti anak kecil lagi , yang seolah menuntut perhatianmu. Namun ibu mencoba tak marah padamu , karena ibu menyadari keadaa iri ibu telah mulai surut kini.

Ibu rindu membelaimu seperti dulu engkau kecil, menyuapi dan mengajari mu sesuatu. Mendekapmu erat tidur di pangkuan ibu.

Kini hanya kebahagiaan bayangan itu yang menemani hati ibu .

Hangatnya selimut dan tidur di tempat ini, tak sehangat ibu berada di antara kalian.

Meski engkau pandang, ibu hanayalah hidup menumpang

>>> Allah , kuatkan hati kami yang masih engkau sandingkan dengan orangtua di dunia ini. Baikanlah budi kami pada mereka kini maupun nanti. Jangan jadikan hati kami enggan untuk berbakti meski dengan merawat mereka di usia senjanya, jangan pandangkan hati kami seolah merawat mereka bagaikan merawat anak kecil yang butuh perhatian khusus, hakikatnya Engkau hidupkan kami.. menumbuhkan kami dari kecil menjadi dewasa , beranjak tua dan menjadi seperi kekanak - kanakan lagi

Jelas telah Engkau tulis kemuliaan mereka dalam Kalam Mu
QS . LUKMAN : 14

"Dan Kami perintahkan kepada manusia ( agar berbuat baik ) kepada keua orang tuanya. Ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah - tambah ( WAHNAAN 'ALAA WAHNIIN ) dan menyapihnya dalam usia 2 tahun. Bersyukurlak kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu" ^Hy'SmiLe

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }